Monday, June 26, 2006

Tes Kesopanan

Tes Kesopanan: Penduduk Asia Peringkat Terbawah

Jakarta, Kompas

Penduduk Asia menempati peringkat terbawah dalam tes kesopanan sedunia, sedangkan penduduk Jakarta menempati peringkat ke-28 dari 35 negara yang disurvei.

Komentar langsung yang muncul dari survei tes kesopanan (courtesy test) ini ialah "sungguh di luar dugaan". Survei dilakukan Majalah Reader’s Digest atas 2.000 orang di 35 negara di dunia untuk melihat secara langsung perilaku masyarakat dari masing-masing negara.

Widarti Gunawan, Pemimpin Redaksi Reader’s Digest Indonesia, pekan lalu menjelaskan, Reader’s Digest telah menyebarkan reporter dari setiap edisi untuk menjalankan tes kesopanan di kota dengan penduduk terbanyak di setiap negara. Dari survei itu, peringkat pertama masyarakat yang memiliki derajat kesopanan di dunia adalah masyarakat kota New York, Amerika Serikat, disusul pada urutan kedua masyarakat kota Zurich (Swiss), ketiga Toronto (Kanada), dan ranking keempat ditempati masyarakat tiga kota yaitu Berlin (Jerman), Sao Paolo (Brasil), serta Zagreb (Kroasia). Sedangkan peringkat empat terbawah masing-masing ditempati masyarakat kota Seoul (Korea Selatan) pada peringkat 32, Kuala Lumpur (Malaysia) (33), Bucharest (Romania) (34), serta yang terbawah Mumbai (India) (35).

Metode atau cara kerja survei ini dengan mengetes perilaku masyarakat perkotaan melalui tiga indikator perilaku. Pertama tes apakah orang akan menahan pintu untuk orang lain yang berdiri di belakangnya. Kedua apakah seorang penjual akan mengucapkan "terima kasih" setiap kali seseorang membeli barang dagangannya. Ketiga apakah seseorang akan membantu orang lain bila orang lain itu menjatuhkan map berisi kertas-kertas di jalanan yang sibuk. Nilai diberikan untuk setiap respons positif, dan hasil dari masing-masing kota dikumpulkan dan dihitung untuk kemudian dibandingkan dalam bentuk persentase.

"Ini adalah tes kesopanan terbesar di dunia," demikian pernyataan Conrad Kiechel, Editorial Director Edisi Internasional. "Reporter kami melakukan lebih dari 2.000 tes di 35 kota untuk melihat secara langsung perilaku masyarakat sehingga hasil yang kami peroleh tidak hanya nyata dan menarik, tetapi juga memicu pemikiran lebih lanjut," kata Conrad sebagaimana dikutip Reader’s Digest Indonesia.

Tentang tiga tes

Pertanyaan menarik muncul, bagaimana mungkin mengukur sopan santun masyarakat hanya dengan tiga indikator perilaku itu. Ini setidaknya pertanyaan yang muncul. "Bagaimana mungkin kita menilai seseorang hanya karena dia menahan pintu untuk orang lain?" tanya seorang mahasiswa Manila, Filipina.

Menurut Reader’s Digest, setiap kota kecuali Hongkong, meraih peringkat 10 terendah untuk tes menahan pintu, dan hanya 40 persen dari responden menahan pintu untuk reporter kami yang berada di belakang mereka. Kebanyakan orang Asia tidak menganggap menahan pintu sebagai bagian dari sopan santun.

Menurut Jim Plouffe, Pemimpin Redaksi Reader’s Digest Asia, ketiga tes itu menunjukkan tiga aspek yang berbeda dari cara orang berinteraksi. Dan tes menahan pintu didesain untuk mengetahui apakah seorang individu menyadari kehadiran individu lain di dekatnya, kata Plouffe. "Di Asia, kami menemukan bahwa kebanyakan orang tidak menyadari dampak dari tindakan mereka terhadap orang di sekeliling mereka."

Sopan santun di Kota Mumbai—sesuai laporan survei ini—memang terasa kurang bila Anda seorang pembeli. Ketika reporter wanita Reader’s Digest membeli sepasang jepit rambut di toko serba ada, pelayan toko yang melayaninya langsung membalikkan badan setelah menerima uang pembayaran. Saat ditanya mengapa dia melakukannya, pria itu tanpa rasa bersalah berkata, "Nyonya, saya bukan orang terpelajar. Kalau saya sudah menyerahkan barang belanjaan kepada si konsumen, ya sudah."

Warga Jakarta

Menyangkut sopan santun warga Jakarta, survei memperlihatkan penduduk Jakarta menempati peringkat ke-27 untuk tes memungut kertas (20 persen responden yang bersedia menolong memungut kertas-kertas yang jatuh). Jangan berharap orang lain akan menahan pintu untuk Anda, karena 70 persen responden Jakarta membiarkan pintu terbanting.

Survei tersebut menempatkan warga Jakarta pada peringkat ke-29 dalam tes menahan pintu. (HRD)


Ga tau musti bahagia (karena kaga di peringkat terakhir) atau sedih (karena kita kaga di peringkat teratas).

Ingat ga sih dulu waktu kita belajar IPS katanya orang asia itu sopan2 ? Gue masih inget deh pernah baca buku itu, atau slogan itu di manaaaa gitu waktu masih kecil.

Kemana yah semua hal itu ? Kita yang katanya adat ketimuran, yang ramah dan sopan...yang katanya bersahaja....dapet nilai kecil ketika di test...malah kota yang banyak gangsternya (new York) dapat nilai tinggi.Have we lost our sense of helping each other...mana tenggang rasa dan gotong royong yang jadi ciri orang Indonesia ?(dulu gue belajar PMP sekarang namanya PPKN).

Mungkin sekarang tenggang rasa dan gotong royong akan dilakukan kalau ada duitnya...kalau kaga ngasih duit kaga tenggang rasa malah di bakar,di jarah dan di hancurkan karena tidak sesuai dengan pandangan agama dan merusak moral bangsa...sementara tempat yang sama di sebrangnya aman karena tiba2 para perusuh kaga ngeliat...
Atau kita akan gotong royong kalau yang kesusahan orang kaya ? i know i should not judge based on just a small amount of sample.But hey, if the New yorker got a good point for just a small ammount...why can't we ?

Kadang suka gemes juga..tapi harus diakui kadang gue males menahan pintu...kecuali untuk cewe cantik hahahahahahahha...well it's a bad excuse tapi dengan menulis blog ini gue pribadi berharap gue lebih aware terhadap orang lain dan lebih sopan...karena kesopanan adalah nilai yang baik (walaupun seringnya gue kaga sopan..terutama sama orang2 yang dekat sama gue) tapi percayalah gue bukan berniat untuk tidak sopan.


For: fat little bell
sorry yah kalau kaga sopan hihihihihihiihi...

3 comments:

Jeng Ungu said...

1 thing, dulu gua suka sebel kalo american frens pada maen masuk ke apt gua tanpa buka sendal/sepatu

to me, thats rude karena lantai rumahku kan bersih.

to them, malah aneh kalo kita buka sepatu pas kerumah mereka, mereka didalam rumah pake sepatu mulu.

cant blame them...

buka pintu... pernah dijutekin satu ibu2 di jkt gara2 hold the door for her, dia bilang "Loe kira gua uda tuak?? Ga kuad buka sendiri?? Musti bergantung sama orang??"

=P

dee said...

gue baru aja mo nyari artikel ini.
menarik banget. Cuma mungkin menurut gue indikator peduli ama orang lain ala barat ama ala kita, beda kali ya. Coba kalau ada orang teriak maling.. mana yang duluan ngejar maling, orang Indo atau orang Amrik. Gyahahaha.... tuh kan orang Indonesia pada peduli2. Atau kalau ada tetangga yang meninggal, siapa yang duluan datang, orang Amrik atau orang Indonesia.
BTW, gue juga pengen ngomongin hal ini di blog gue...

Anonymous said...

hahahha.. gw baca artikel ini di washington post (apa new york times ya? lupa gw), dan waktu liat gw udah gatel mo posting di blog gw. keduluan elo.. siyal...

eniwei, reaksi pertama gw waktu baca adalah: "huh, kalo orang new york dibilang paling sopan, gimana mereka mo bilang orang DC??". orang2 di DC sangaaaaaattttt... sopan dan baek! kita bengong di perempatan nih, pasti ada aja yg nanya: "where are you going? can i help you?". kita bengong di stasiun subwey, pasti ada aja yang negor, nawarin tolongin kita. di new york.. huuu.. boro2... yang ada juga kita ditabrakin mulu sama commuter lain, hehehe....

terus pengemudi mobil WAJIB menghormati pejalan kaki. uh, sorga deh pokoke kalo dari segi itu hehehe... (tapi tentunya gak jamin bahwa kita gak bakal kecopetan juga ya, hahahha...).

dan satu lagi, ucapan: "good morning/evening/night/have a good day!" tuh sering kali disampaikan orang yg gak kita kenal.. cuma gara2 barengan satu lift, huehehehhe..