Kemarin di mobil anak perempuanku menanyakan banyak hal tentang formulir yang sedang dia isi, formulir pendaftaran keanggotaan OSIS.
Salah satu pertanyaannya adalah "Apakah kelebihan kamu?" , dengan mudah (dan PD) dia menjawabnya.
Pertanyaan berikutnya "Apakah kekurangan kamu?", dia bingung jawabnya, beda dengan bapaknya dulu yang dididik dengan suasana negatif typical orang tua keturunan Tionghoa yang sangat kurang afeksi dalam mendidik anaknya. Selama aku hidup lebih dari 25 tahun dengan orang tuaku tidak pernah sekalipun orang tuaku, menepuk punggungku dan mengatakan "good job" atau "bagus" (Dalam arti yang baik)...kalau "Bagusss....baru dimandiin udah main kotor-kotor lagi" itu sering tuh.
Anak sekarang showered with praise, anak sekarang sedikit-sedikit "good job!", "Kamu pinter banget sih", "wah keren yah" dan lain-lain.
Mereka sekarang terlalu PD dan kurang bisa melakukan refleksi yang riil ke dalam dirinya sendiri.
Wong gak juara ajah dapet piala, gak menang ajah dapat medali, gak berprestasi dapat piagam.
Pertanyaan selanjutnya "Kenapa kamu mau jadi pengurus OSIS?"
Dengan sigap mamanya memberikan isi-isi (bukan kisi-kisi) untuk menjawab pertanyaan itu, pada saat itu juga aku menegur istriku "Gausah dikasih tau dia mau ngisi apa, biarkan dia berpikir sendiri". "Nanti kalau kita udah mati masak dia datang ke kuburan ketok-ketok batu nisan minta dibantuin isi formulir ?"
"What do you think about your kekurangan ce ?" itu kataku, "Lihat cara kamu memperlakukan adikmu dan temanmu"
"Oh, i do not tolerate idiot"
"Ya itu kekurangan kamu, kamu sulit bertoleransi, kamu sulit menerima pendapat orang lain yang tidak sejalan dengan kamu....apa lagi ?"
Saya pun membiarkan dia berfikir dan termangu. Padahal dengan mudah kita bisa menjabarkan kesalahan atau kelemahan orang lain, tapi itu tidak saya lakukan kepadanya, karena saya ingin anak saya memiliki kemampuan untuk menganalisa dan memahami dirinya sendiri.
Kemampuan untuk melihat kedalam diri dan bertanya pertanyaan yang penting, merupakan bekal hidup manusia dewasa. Dunia ini sudah terlalu banyak sama orang yang merasa berhak atas semuanya, padahal dunia tidak pernah berhutang apa-apa kepada mereka.
Kawinan, nutup jalan umum, ibadah nutup jalan umum (padahal ajarannya menyuruh menjadi berguna bagi orang banyak- bukan nyusahin orang banyak) , minta tolong tapi marah-marah, berhutang tapi galak....entitlement is a disease.Kalau ada orang yang kamu sayangi mau mati dan butuh secepatnya di tolong, baru kamu ngerti bahwa nutup jalan umum itu merupakan tindakan yang egois.
Hal-hal seperti ini harus diajarkan kepada anak kita, bukan semata-mata memecahkan soal matematika...yang sekarang pun mereka gak gitu bisa ...even perkalian.
No comments:
Post a Comment